Minggu, Januari 27

Makalah Kelembagaan di Daerah


BAB I
PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang
Penyuluhan Pertanian diselenggarakan oleh berbagai pihak dan dalam perkembangannya telah mengalami proses transformasi, dari penyuluhan yang berorientasi produksi kepada penyuluhan yang berorientasi agribisnis dengan pendekatan partisipatif. Keberhasilan penyelenggaraan penyuluhan tidak terlepas dari dukungan ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai dan payung hukum dari Pemerintah Pusat berupa Undang-undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, sehingga keberadaannya menjadi penting di setiap tingkatan kelembagaan. Dalam era revitalisasi penyuluhan pertanian di mana dilakukan penataan kelembagaan, ketenagaan maupun sistem penyelenggaraan penyuluhan pertanian mulai dari pusat hingga daerah, dalam rangka efektivitas dan efisiensi pelaksanaan penyuluhan pertanian di semua tingkatan kelembagaan penyuluhan pertanian.

Sebuah   Lembaga   dalam  mewujudkan   eksistensinya   dalam   rangka mencapai  tujuan  memerlukan  perencanaan  sarana dan prasarana  yang tepat. Suatu  organisasi,  menurut  Riva’i (2004:35)  “tanpa  didukung pegawai/karyawan yang  bekerja dengan baik  dari segi  kuantitatif, kualitatif, strategi  dan  operasionalnya, maka lembaga  itu  tidak  akan  mampu  mempertahankan  keberadaannya, mengembangkan dan memajukan lembaga tersebut kemasa yang akan datang”. Oleh   karena itu disini diperlukan  adanya langkah-langkah identifikasi dan analisa guna lebih menjamin  bahwa lembaga ini tersedia sesuai kebutuhan untuk  mendukung berbagai kegiatan,  fungsi dan tugas  yang sesuai, cepat, tepat dan bermanfaat. Perencanaan kelembagaan  merupakan   proses   manajemen dalam menentukan bagaimana menentukan langkah-langkah penyuluhan yang diinginkan di masa depan, dan motivasi yang diperlukan untuk  melakukan semua proses dalam kegiatan penyuluhan pertanian.


B.   Tujuan 
Tujuan dari identifikasi Kelembagaan Penyuluhan di daerah ini adalah :
1.    Memenuhi amanat UU No. 16 Tahun 2006 Tentang SP3K
2.    Mengoptimalkan kelembagaan penyuluhan pertanian yang ada di daerah, maupun pusat
3.    Untuk mengetahui kebutuhan yang diperlukan oleh lembaga penyuluhan dalam seluruh rangkaian kegiatan penyuluhan, sehingga tujuan pembangunan pertanian dapat tercapai sesuai dengan harapan semua pihak.
4.    Mengetahui faktor apa yang membuat suatu proses kegiatan dapat berjalan dengan baik ataupun sebaliknya faktor apa yang membuat suatu kegiatan tidak bias berjalan sesuai dengan harapan Bangsa Indonesia yaitu menuju masyarakat memiliki ketahanan pangan dan Negara Indonesia yang berswasembada pangan.





















BAB II
RUANG LINGKUP KELEMBAGAAN

a.    Ruang Lingkup Identifikasi
Yang menjadi ruang lingkup kegiatan identifikasi sarana dan prasarana ini adalah Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur.
b.    Pengertian
       Seperti halnya yang terdapat dalam Undang-undang No. 16 tahun 2006 ini; yang  dimaksud dengan :
1.    Penyuluhan Pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
2.    Kelembagaan penyuluhan pertanian adalah Lembaga Pemerintah dan/atau masyarakat yang mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan penyuluhan pertanian.
3.      Kelembagaan penyuluhan pemerintah sebagaimana dimaksud
                   a. pada tingkat pusat berbentuk badan yang menangani penyuluhan;
                   b. pada tingkat provinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan;
                   c. pada tingkat kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana penyuluhan;
       d. pada tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan.
4     Kelembagaan penyuluhan swasta sebagaimana dimaksud dapat dibentuk oleh pelaku usaha dengan memperhatikan kepentingan pelaku utama serta pembangunan pertanian.
5.    Kelembagaan penyuluhan swadaya sebagaimana dimaksud dibentuk atas dasar kesepakatan antara pelaku utama dan pelaku usaha.
       Kelembagaan penyuluhan pada tingkat desa/kelurahan berbentuk pos penyuluhan desa/kelurahan yang bersifat nonstruktural



c.    Landasan Hukum
Landasan hukum pelaksanaan kegiatan identifikasi kelembagaan ini adalah :
Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan N0. 16 tahun 2006; Pasal 8 sampai dengan Pasal 19. Dalam  Undang-undang SP3K No. 16 tahun 2006, telah dengan jelas mengemukakan bahwa kelembagaan penyuluhan dan kinerja penyuluh, terbagi menjadi 3 yaitu Kelembagaan penyuluh  Pemerintah, Swasta dan Swadaya, agar penyuluhan dapat diselengarakan dengan efektif dan efisien, serta Pemerintah menyediakan payung hukum penyuluhan diatur sesuai dengan peraturan menteri, gubernur, bupati atau walikota.

d.    Identifikasi Kelembagaan
Dalam penjelasannya Kepala BPP menugaskan Tim Pelaksana Kegiatan Balai penyuluhan pertanian dan memberikan arahan teknis untuk melakukan analisis standar kelembagaan penyuluhan di kecamatan dan di desa/kelurahan, arahan teknis tersebut sekurang-kurangnya memuat:
1.      Dasar pelaksanaan analisis standar penyuluh baik di kecamatan ataupun di desa,
2.       Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan analisis standar penyuluh.
3.      Manfaat analisis standar penyuluh,
4.      Hasil yang diharapkan dari analisis standar penyuluh, dan
5.      Unsur-unsur yang terlibat dan uraian tugasnya dalam melaksanakan analisis standar Penyuluh.
v  TPK Balai Penyuluhan menyusun rencana kegiatan analisis  standar penyuluh di kecamatan dan di tingkat desa/kelurahan sekurang- kurangnya  berisi  tentang  uraian  kegiatan,  sasaran,  pelaksana  kegiatan,  dan  jadwal pelaksanaan kegiatan penyuluhan.
v  TPK  melakukan  pembagian  tugas  pada  semua kelompok fungsional  dan  penyuluh  untuk melakukan  identifikasi dan analisis  terhadap kelembagaan penyuluhan pertanian, yang meliputi  hal-hal yang termuat dalam Undang-undang No. 16 tahun 2006, Serta melakukan  identifikasi  dan  menyusun  draf  analisis sesuai pembagian tugas masing-masing kelompok fungsional.

v  Tim Pelaksana Kegiatan Balai penyuluhan, staf fungsional  dan  Penyuluh mereview,  merevisi  dan  menfinalkan dokumen analisis setiap komponen dari draf analisis.
v  TPK  merangkum  hasil  analisa dan identifikasi  dari  dokumen  analisa  setiap  komponen  dan menyusun  draf  laporan  analisis  standar  penyuluhan  secara  menyeluruh  untuk satuan kerja Badan Penyuluhan Pertanian Kecamatan.
v  TPK   Balai Penyuluhan   menggandakan   dokumen   laporan   hasil   analisa   dan mendistribusikan kepada pihak yang selanjutnya diperlukan guna menyiapkan pemenuhan kebutuhan penyuluhan pertanian tersebut.

e.    Hasil Identifikasi Kelembagaan

Dari hasil identifikasi Kelembagaan di BPP Kecamatan Padas, maka didapat hasil bahwa pada tingkat kabupaten/kota kelembagaan penyuluhan pertanian berbentuk badan pelaksana penyuluhan; dan pada tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan.
Kelembagaan penyuluhan swasta dapat dibentuk oleh pelaku usaha dengan memperhatikan kepentingan pelaku utama serta pembangunan pertanian setempat.
Kelembagaan penyuluhan swadaya  dapat dibentuk atas dasar kesepakatan antara pelaku utama dan pelaku usaha. Kelembagaan penyuluhan pada tingkat desa/kelurahan berbentuk pos penyuluhan desa/kelurahan yang bersifat nonstruktural.
Pada intinya Kelembagaan Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Ngawi pada umumnya sudah sesuai dengan amanat Undang-undang SP3K No. 16 Tahun 2006 walaupun masih perlu banyak pembenahan dan penyelarasan tugas, pokok fungsi dari para penyuluh baik di tingkat Kecamatan maupun di tingkat Desa/Kelurahan karena dalam penyusunan programa penyuluhan sering tidak tepat waktunya dalam pengusulan kepada pemerintah daerah sehingga programa penyuluhan yang telah disusun tidak dapat terealisasikan pada tahun yang di harapkan, selain itu masih kurangnya kepedulian pemerintah daerah dalam menjalankan programa penyuluhan pertanian yang sudah dibuat di tiap desa yag kemudian di kumpulkan di kecamatan untuk di usulkan ke pemerintah daerah untuk bisa di syahkan dalam peraturan daerah, yang berdampak pada kurang maksimalnya hasil pertanian di tiap daerahnya pada tiap tahunnya.
Inilah kelemahan sistem pemerintahan otonomi daerah dimana pengambilan keputusan menjadi otoritas daerah masing-masing yang membuat sektor pertanian kurang mendapat perhatian lebih karena dampak dari programa tersebut tidak bisa langsung terlihat pada saat itu juga namun butuh waktu dan proses yang nantinya akan kelihatan dampak dari terpenuhinya kebutuhan dalam programa penyuluhan perrtanian tersebut.


BAB III
PENUTUP


A.        KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil identifikasi tersebut diatas dapat dilihat dengan jelas bahwa kelembagaan yang ada didaerah masih banyak yang perlu dibenahi dan disesuaikan dengan tugas, pokok, dan fungsinya, dan belum terakomodasinya programa penyuluhan pertanian oleh Pemerintah Daerah yang berdampak jelas sangat mempengaruhi kinerja dan efektifitas kegiatan penyuluhan pertanian yang ada didaerah tersebut.
Dalam menciptakan suatu kondisi penyuluhan yang efektif maka sangatlah penting diperhatikan kebutuhan penyuluh pertanian dan tugas, pokok, fungsinya, sehingga tidak ada lagi hal-hal yang menjadi kendala dalam kegiatan penyuluhan penunjang kegiatan.
Kegiatan penyuluhan adalah suatu rangkaian sistim yang sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor penunjangnya lainnya, sehingga untuk meminimalkan faktor penghambat penyuluh dalam melaksanakan  kegiatan penyuluhan maka pemerintah telah membuat suatu ketentuan yang mengatur tentang bagaimana kelembagaan penyuluhan pertanian yang efektif untuk memungkinkan tercapainya tujuan penyuluhan sesuai program yang diharapkan, bukan upaya mengekploitasi tenaga dan pikiran tanpa mengunakan sarana dan prasarana apa yang harus disediakan agar metode, teknik dan materi bisa diakses, ditransformasi dan dipahami serta mau dilaksanakan oleh pelaku usaha.









                                                  
DAFTAR PUSTAKA

Tjokrowinoto, Moeljarto, 1993, Politik Pembangunan   Sebuah Analisis,   Konsep, Arah dan  Strategi,  Yogyakarta : Tiara Wacana.
Undang-undang Sistim Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan N0. 16 tahun 2006;
Peraturan Menteri Pertanian No. 52 tahun 2009. Tentang Metoda Penyuluhan Pertanian.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar