BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sosiologi
pedesaan tumbuh pertama kali dan berkembang di Amerika Serikat. Pada mulanya
ilmu ini bermula dari para pendeta Kristen yang hidup di daerah pedesaan
(pertanian). Mereka tidak hanya memiliki permasalahan dalam kehidupan sosial
mereka karena kedatangan para migran dan mengambil
tanah yang tak bertuan, namun mereka juga mencoba menuliskan bagaimana
kondisi sosial ekonomi masyarakat pedesaan di bagian utara negara itu.
Sosiologi
pedesaan pada saat itu cenderung dirangsang untuk ikut memperbaiki kehidupan
masyarakat desa Amerika Serikat. Maka salah satu ciri khas Sosiologi Pedesaan
adalah penekanannya pada aspek praktis, sekalipun masih dalam kategori ilmu
murni (pure science). Di samping itu Sosiologi Pedesaan juga masih dilekati
oleh komitmen moral yang kental untuk memperbaiki (membangun) kehidupan
masyarakat desa. (Sugihen Bahrein T, 1991)
Dalam Undang-Undang no. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah
dalam pasal 1 yang dimaksud dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem
pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten.
Sedangkan desa dalam pengertian umum adalah desa sebagai suatu gejala
yang bersifat universal, dan terdapat dimana pun di dunia ini. Dan desa dalam
pengertian khusus adalah perbedaan-perbedaan yang terdapat pada suatu desa
tertentu dari berbagai negara yang merupakan ciri khusus dari desa tersebut.
Diferensiasi sosial sebagai faktor penentu terhadap karakteristik
desa dan kota, secara ringkas dapat dirumuskan bahwa kota memiliki tingkat
diferensiasi yang tinggi dibanding dengan desa. Yang dimaksud dengan
diferensiasi sosial disini adalah pengelompokan-pengelompokan (groupings)
yang ada dalam suatu masyarakat baik dalam hal jumlah, variasi, maupun
kompleksitasnya, tanpa menempatkannya dalam suatu susunan yang bersifat
hierarkis. (Rahardjo, 1999)
Stratifikasi sosial (pelapisan sosial) yang juga sebagai faktor
penentu terhadap perbedaan karakteristik antara desa dan kota, Penggolongaan
atau pembedaan artinya setiap individu menggolongkan dirinya sebagai orang yang
termasuk dalam suatu lapisan tertentu (menganggap dirinya lebih rendah atau
tinggi daripada orang lain) atau digolongkan ke dalam lapisan tertentu. Dengan
demikian sebenarnya pelapisan sosial merupakan proses menempatkan diri dalam
suatu lapisan (subyektif) atau penempatan orang ke dalam lapisan tertentu
(obyektif).
Interaksi sosial juga sebagai faktor penentu, secara umum
dirumuskan bahwa jumlah kontak sosial pada masyarakat kota jauh lebih banyak
dan bervariasi dibanding dengan masyarakat pedesaan. Jenis – jenis mata
pencaharian masyarakat kota yang sangat bervariasi memungkinkan terjadinya
banyak kontak sosial diantara mereka.
Solidaritas sosial juga merupakan faktor pembeda dan penentu
perbedaan karakteristik desa dan kota, secara umum dirumuskan bahwa solidarita
sosial masyarakat pedesaan lebih didasarkan pada kesamaan-kesamaan, sedangkan
pada masyarakat perkotaan justru didasarkan atas perbedaan-perbedaan. Sebagai
konsekuensi dari adanya kesamaan-kesamaan sebagai dasar solidarita, masyarakat
desa cenderung menciptkan hubungan-hubungan yang bersifat informal dan
non-kontraktual.
B.
Rumusan Masalah
Dalam hal
ini penulis akan mencoba untuk membahas tentang “IDENTIFIKASI KONSEP PERTANIAN TERPADU DI KP4 UGM DAN KARAKTERISTIK
SOSIOGRAFI DI POKTAN/GAPOKTAN DI KECAMATAN PADAS KABUPATEN NGAWI “ yaitu
sebagai berikut :
1. Bagaimana
Karakteristik Geografis di KP4 UGM
dan di Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi ?
2. Apa Syarat yang diperlukan dalam aplikasi teknologi di
KP4 UGM dan Bagaimana Persediaan sarana prasarana di Kecamatan Padas Kabupaten
Ngawi?
3. Bagaimanakah
Penerapan Teknis Operasional
Teknologi di KP 4 UGM dan Kebijakan Pemerintah Daerah terhadap Kegiatan
Kemasyarakatan di Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi?
4. Jenis
inputan apa saja dalam penerapan teknologi di KP4 UGM dan Bagaimana pola
interaksi masyarakat di Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi?
5. Apa
permasalahan dan kendala yang ditemui dalam penerapan teknologi di KP4 UGM dan
Bagaimana tingkat kohesi dan topologi stratifikasi sosial masyarakat di Kecamatan
Padas Kabupaten Ngawi?
6. Bagaimanakah
Dampak Sosial bagi lingkungan sekitar KP4 UGM dan Bagaimana Norma yang di anut
masyarakat di Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi?
C.
Tujuan Penelitian
Pada
dasarnya bahwa setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang tentunya mempunyai
tujuan yang ingin dicapai, begitupun dengan penulisan karya ilmiah ini.
Untuk lebih
jelasnya, penulisan makalah ini
mempunyai tujuan yang ingin dicapainya, tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Penulis
ingin mengetahui, bagaimanakah Bagaimana Karakteristik
Geografis di KP4 UGM dan di Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi.
2. Penulis
ingin mengetahui, Apa Syarat
yang diperlukan dalam aplikasi teknologi di KP4 UGM dan Bagaimana Persediaan
sarana prasarana di Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi.
3. Penulis
ingin mengetahui, bagaimanakah Penerapan Teknis Operasional Teknologi di KP 4 UGM dan
Kebijakan Pemerintah Daerah terhadap Kegiatan Kemasyarakatan di Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi.
4. Penulis
ingin mengetahui, Jenis inputan apa saja dalam penerapan teknologi di KP4 UGM
dan Bagaimana pola interaksi masyarakat di Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi.
5. Apa
permasalahan dan kendala yang ditemui dalam penerapan teknologi di KP4 UGM dan
Bagaimana tingkat kohesi dan topologi stratifikasi sosial masyarakat di Kecamatan
Padas Kabupaten Ngawi.
6. Bagaimanakah
Dampak Sosial bagi lingkungan sekitar KP4 UGM dan Bagaimana Norma yang di anut
masyarakat di Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi.
D. Manfaat
Penelitian
Penelitian yang dilakukan
penulis memiliki beberapa manfaat, antara lain :
Pertama, Untuk mengetahui karakteristik
teknologi yang diterapkan di KP4 UGM dan karakteristik Sosiografi Masyarakat
petani di Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi agar bisa menerapkan teknologi baru
yang sesuai untuk daerah ini dengan maksud untuk lebih memudahkan masyarakat
dalam menghasilkan produksi pertanian yang maksimal dengan biaya yang minimal.
Kedua, untuk merancang sebuah strategi
introduksi teknologi baru yang akan di terapkan dalam kelompok tani di wilayah
Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi dengan berbasis pada karakteristik sosiografi
masyarakat itu sendiri.
Ketiga, tentu saja untuk mewujudkan
4 Sukses Pembangunan Pertanian di Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi. Apabila 4 Sukses Pembangunan
Pertanian di Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi bisa terwujud maka kesejahteraan
Petani secara keseluruhan juga akan meningkat.
E. Metode
Penelitian
Penulis
mengakui, sangat sulit untuk menyusun karya ilmiah ini karena keterbatasan yang
dimiliki penulis, maka untuk mencapai data dan sumber yang actual dan jelas
penulis menggunakan beberapa metode penelitian antara lain sebagai berikut :
1. Observasi,
yaitu penulis melakukan pengamatan ke lapangan untuk meneliti dan mempelajari
hal – hal yang berkaitan dengan Karakteristik
Geografis, teknologi yang di gunakan dan yang akan di berikan kepada para
petani dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
petani yang sesuai dengan karaketristik sosiografi di Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi.
2. Wawancara,
yaitu penulis bertanya kepada Kepala
Bidang Tanaman Pertanian KP4 UGM dan Penyuluh Kecamatan Padas serta Responden
dalam hal ini petani di Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi.
3. Study
Kepustakaan, yaitu penulis mengumpulkan data dengan mencari sumber data dari
buku – buku perpustakaan
dan dari internet terutama
yang berkaitan dengan judul karya ilmiah ini.
BAB II
KARAKTERISTIK TEKNOLOGI
YANG DITERAPKAN DI KP 4 UGM
A. Karakteristik
Geografis di KP4 UGM
Kondisi
letak geografis dari Kebun Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Pertanian
(University Farm) UGM Yogyakarta berada di dataran rendah di daerah pinggiran
kota Yogyakarta yang beriklim panas dan hanya mengandalkan curah hujan sebagai
persedian untuk pengairan lahan pertaniannya. Sistem yang digunakan di pada
Pertanian terpadu KP4 merupakan penggabungan kegiatan pertanian, peternakan,
perikanan, kehutanan, perkebunan dan ilmu lain yang terkait dengan pertanian
dalam satu lahan, sehingga diharapkan dapat sebagai salah satu alternatif bagi
peningkatan produktifitas lahan dan merupakan sarana pengembangan Education for
Sustainable Development (EfSD) yang berupaya memberdayakan potensi lokal dan
terpadu yang mengakomodasi nilai ekonomi, lingkungan dan sosial budaya.
Dalam
menerapkan sebuah teknologi memang harus memperhatikan syarat-syarat dalam
sistem manajemennya diantaranya 6 M (man, money, material, method, machine and
management) yang SERBA TEPAT (Tepat orang, tepat waktu, tepat cara, tepat
tempat, tepat sasaran, tepat bentuk, dan tepat tujuan) melalui KERJA optimal
(kerja keras, kerja cerdas, kerja sama, kerja benar dan kerja ikhlas) dengan
cara 4K (komunikatif, koordinatif, konsolodatif dan konstruktif) yang (kreatif,
normatif, produktif dan inovatif) yang harus di upayakan MULAI MO LIMO (mulai
dari sekarang, mulai dari diri sendiri, mulai dari yang sederhana, mulai dari
tempat kita, dan mulai dari yang ada).
B. Teknologi
Yang Diterapkan
Teknologi
yang sedang diterapkan di KP4 UGM salah satunya adalah Pengolahan sampah
organik di Laboratorium Daur Ulang Sampah (LDUS), dimana sampah yang didapat
dari lingkungan kampus UGM sendiri dan juga dari sampah limbah rumah tangga
masyarakat sekitar KP4 UGM, dengan teknis operasional memisahkan terlebih
dahulu antara sampah organik dan an organik. Sampah organik kemudian digiling
dalam mesin penggiling di masukan dalam sebuah bak untuk proses fermentasi 2-3
bulan dalam tiap 40 cm dikasih aktifator / MOL dan tiap minggu dibalik.
Untuk
besaran biaya dalam teknologi pengelolaan sampah organik tidak begitu besar
karena semuanya di buat sendiri oleh KP4 UGM dan menggunakan sumber daya
manusia milik dari UGM itu sendiri.
Permasalahan
yang sering timbul dalam pengelolaan sampah organik di KP4 UGM adalah apabila
keadaan tanah atau udaranya terlalu lembab karena musim penghujan menyebahkan
proses daur ulang sampah organiknya menjadi tidak bagus dan tidak maksimal,
demikian pula apabila keadaan suhunya terlalu panas karena musim kemarau juga berdampak
kurang bagus bagi proses daur ulang sampah organik tersebut, jadi solusinya
adalah dalam proses daur ulang sampah organik tidak boleh terlalu lembab juga
tidak boleh terlalu panas atau kurang lembab.
Dampak
sosial dan ekonomi bagi lingkungan sekitar sangat menguntungkan bagi masyarakat
sekitar karena urusan sampah di wilayah lingkungan sekitar KP4 UGM bisa
teratasi dengan adanya Laboratorium daur ulang sampah ini sehingga tidak
dipusingkan dengan urusan sampah apalagi para tenaga kerja yang yang dipekerjakan
di KP4 UGM juga berasal dari daerah lingkungan sekitar KP4 UGM itu sendiri yang
tentunya ikut memakmurkan secara ekonomi bagi masyarakat sekitar KP4 UGM.
Tingkat
kerumitan dari teknologi Daur Ulang Sampah Organik ini sebenarnya tidak terlalu
rumit cuman di butuhkan kesabaran dan ketelatenan dalam mengurusi sampah yang
tentu saja berbau tidak enak karena juga proses daur ulang ini cukup memakan
waktu yang agak lama juga karena melalui banyak proses yang nantinya bisa
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat yaitu pupuk organik yang bisa juga untuk
menjaga kesuburan unsur hara tanah yang tentunya bermanfaat bagi KP4 UGM juga
Masyarakat pada umumnya.
Pupuk
organik yang dihasilkan di Laboratorium Daur Ulang Sampah ini bisa di jual ke
luar yang bisa menambah income pendapatan bagi KP4 UGM itu sendiri dan juga
bisa untuk pupuk tanaman di KP 4 UGM dan untuk media tanam juga. Semakin besar
hasil dari pendaur ulangan sampah organik tersebut maka semakin besar pula
pendapatan yang dicapai oleh KP4 UGM.
BAB III
KARAKTERISTIK SOSIOGRAFI MASYARAKAT
DI KECAMATAN JOGOROGO KABUPATEN NGAWI
A. Karakteristik
Geografis.
Kondisi
letak geografis dari Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi hampir sama dengan yang
ada di KP4 UGM yaitu berada di dataran rendah di daerah pinggiran kota Ngawi
yang beriklim panas kategaori C3, kesuburan sedang, ketinggian rata-rata 55 dpl
dan hanya mengandalkan curah hujan yang rata-rata 1.784 mm dan hari-hari hujan
rata-rata 58 hari/tahun sebagai persedian untuk pengairan lahan pertaniannya.
Sistem yang digunakan di pada Pertanian terpadu di Kecamatan Padas Kabupaten
Ngawi adalah Produksi Tanaman Pangan dan Holtikultura, sehingga diharapkan
dapat sebagai salah satu alternatif bagi peningkatan produktifitas petani bukan
hanya dari tanaman padi saja tapi juga bisa tanaman yang lain seperti kedelai,
jagung, ubi kayu, kacang tanah, dan tanaman hortikultura yaitu mangga, pisang, melon
dan yang lainnya.
B. Sarana
dan Prasarana
Untuk
ketersediaan sarana-prasarana pertanian di Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi
sudah cukup tersedia seperti JUT, JIDES, Waduk walaupun masih banyak yang harus
di penuhi juga oleh Pemerintah Pusat dan dukungan dari Pemerintah Daerah
melalui bantuan untuk Poktan dan Gapoktan melalui program bantuan PUAP untuk 7
Gapoktan yang masing-masing Gapoktan mendapatkan bantuan senilai Rp.
100.000.000,-, selain itu masih ada juga bantuan permodalan lewat KUR, KKPE dan
juga bantuan langsung benih unggul melalui P2BN, GP3K, BLBU.
Pola
interaksi masyarakat di Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi sangat baik untuk
hubungan secara horisontal maupun vertikalnya karena tingkat solidaritas
masyarakat di Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi sangat tinggi antara satu dengan
yang lainnya, mampu saling berbagi ilmu dan pengalaman dalam bertani dan
menyelesaikan masalah. Solidarita sosial
masyarakat pedesaan lebih didasarkan pada kesamaan-kesamaan, masyarakat desa
cenderung menciptakan hubungan-hubungan yang bersifat informal dan
non-kontraktual.
C. Tipologi Stratifikasi
Sosial
Untuk tipologi stratifikasi sosial yang nampak pada
masyarakat di Kecamatan
Padas Kabupaten Ngawi :
1.
Pelapisan sosial pada
masyarakat Kecamatan Padas lebih sedikit (sederhana) dibanding dengan yang ada
pada masyarakat Kota Ngawi.
2.
Perbedaan (jarak sosial)
antar lapisan sosial pada masyarakat Kecamatan Padas tidak begitu besar (jauh)
sebagian besar petani dibanding dengan masyarakat Kota Ngawi.
3.
Lapisan masyarakat Kecamatan
Padas tidak sekedar lebih sederhana dibanding dengan masyarakat Kota Ngawi,
tetapi disamping itu juga terdapat kecenderungan pada masyarakat Kecamatan
Padas untuk mengelompok pada lapisan menengahnya.
Tipologi
struktur dan peranan masyarakat di Kecamatan Padas
Kabupaten Ngawi adalah tipologi masyarakat pertanian :
1.
Di dalam masyarakat pertanian
di pedesaaan diantara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam bila
dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya yang diluar batas-batas
wilayahnya.
2.
Sistem kehidupan umumnya
berkelompok dengan dasar kekeluargaan (Gemeinschaft atau paguyuban).
3.
Masyarakat tersebut
sifatnya homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat dan
sebagainya.
Tipologi institusi dan organisasi sosial yang ada di
Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi adalah desa swakarya.
Adat yang merupakan tatanan hidup bermasyarakat sudah mulai mendapatkan
perubahan-perubahan sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam aspek kehidupan
sosial budaya lainnya. Adopsi teknologi tertentu sering merupakan salah satu
sumber perubahan itu. Adat tidak lagi terlalu ketat memperngaruhi atau
menentukan pola perilaku anggota masyarakat.
Pengaruh
unsur luar (asing, luar desa) sudah mulai ikut mempengaruhi atau membentuk
perilaku masyarakat yang baru melalui berbagai adopsi teknologi dalam arti yang
luas. Lapangan pekerjaan sudah sudah mulai kelihatan lebih bervariasi dari pada
di desa swadaya. Kendatipun jarang orang yang sudah menamatkan pendidikan
sekolah menengah, namun rata-rata orang telah menamatkan sekolah dasar.
Pola
hubungan kerja yang ada dan terjadi saat ini dan sebelumnya sama saja yaitu
masih dengan pola lama dan masih terjalin dengan baik antara individu dengan
individu petani yang lain, walaupun sudah ada unsur teknologi yang masuk untuk
lebih mengefisienkan waktu dan biaya dalam bertani yang juga tidak
mengesampingkan tenaga manusianya juga untuk menjalankan teknologi tersebut.
Untuk
Norma dan nilai yang dianut oleh masyarakat di Kecamatan
Padas Kabupaten Ngawi adalah masih berdasar pada norma agama, kekeluargaan dan
gotong royong dimana setiap ada masyarakat atau individu yang membutuhkan
bantuan pasti dengan suka rela dan bersama-sama masyarakat sekitar akan
membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan mereka.
BAB IV
RANCANGAN STRATEGI INTRODUKSI
TEKNOLOGI
A. Rancangan
Strategi Teknologi
Melihat
Kondisi letak geografis dari Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi yaitu berada di
dataran rendah di daerah pinggiran kota Ngawi yang beriklim panas kategori C3,
kesuburan sedang, ketinggian rata-rata 55 dpl dan hanya mengandalkan curah
hujan yang rata-rata 1.784 mm dan hari-hari hujan rata-rata 58 hari/tahun
sebagai persedian untuk pengairan lahan pertaniannya. Maka Strategi Teknologi
Pertanian yang bisa di introduksi di Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi adalah
Produksi tanaman Holtikultura dalam hal ini pengembangan Tanaman Buah Naga.
Dengan
luas daerah pertanian ± 900 hektar terdapat 55 kelompok tani dan 12 Gabungan
kelompok tani serta memiliki 2 waduk besar yaitu waduk pondok dan waduh bendo
maka perlu di introduksi teknologi pembudidayaan Tanaman Buah Naga varietas
Merah yang bisa di ambil buahnya yang mempunyai nilai jual yang sangat tinggi
dibanding buah-buah tanaman hortikultura yang lain.
Pengembangan
Buah Naga sangat cocok dengan iklim dan kondisi geografis daerah Kecamatan
Padas Kabupaten Ngawi, maka dari itu perlu di coba untuk di budidayakan
Varietas Merah Buah Naga yang mempunyai nilai jual yang tinggi walaupun cuman
berbuah sekali dalam satu tahun yaitu di berbunga di bulan November dan berbuah
di bulan Desember.
Dalam
menerapkan sebuah teknologi baru memang harus memperhatikan syarat-syarat dalam
sistem manajemennya diantaranya 6M (man, money, material, method, machine and
management) yang SERBA TEPAT (Tepat orang, tepat waktu, tepat cara, tepat
tempat, tepat sasaran, tepat bentuk, dan tepat tujuan) melalui KERJA optimal
(kerja keras, kerja cerdas, kerja sama, kerja benar dan kerja ikhlas) dengan
cara 4K (komunikatif, koordinatif, konsolodatif dan konstruktif) yang (kreatif,
normatif, produktif dan inovatif) yang harus di upayakan MULAI MO LIMO (mulai
dari sekarang, mulai dari diri sendiri, mulai dari yang sederhana, mulai dari
tempat kita, dan mulai dari yang ada).
Oleh
karena itu dibutuhkan kemauan, kerjasama yang baik antara penyuluh dan
masyarakat petani untuk bersama-sama bisa peduli dan mencoba untuk
membudidayakan Tanaman Buah Naga varietas Merah dengan cara partisipatif dimana
petani sendiri yang mencoba budidaya tersebut dengan di bimbing oleh para
penyuluh sehingga petani tahu dan mampu untuk melaksanakan teknologi baru ini
secara sendiri ataupun kelompok.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah mengadakan penelitian, maka di sini penulis dapat menarik
kesimpulan, diantaranya adalah :
1) Untuk
merancang sebuah strategi
introduksi teknologi pertanian baru yang akan di terapkan dalam kelompok tani
di wilayah Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi harus dengan berbasis pada
karakteristik sosiografi masyarakat setempat sehingga bisa diterima dan di
terapkan di lapangan dan dalam
pelaksanaannya juga harus selalu dalam pengawasan pihak yang terkait, agar nanti
tidak salah dalam pengaplikasiannya dan dapat
menghasilkan produksi sesuai dengan apa yang kita
harapkan.
2) Untuk meningkatkan Nilai Tukar Petani (NTP)
yang menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang
dikonsumsi maupun untuk biaya produksi maka Strategi Introduksi Teknologi
Pertanian yang baru harus bisa dilaksanakan secara optimal dan berkesinambungan
yang nantinya akan bisa mempunyai dampak pada hasil pertanian dan tingkat
kemampuan/daya beli petani meningkat
sehingga kesejahteraan petani juga meningkat.
3) Peranan sebuah
Teknologi Pertanian yang baru bagi masyarakat petani sangat baik
karena dengan Teknologi Pertanian ini para petani
sangat terbantu dan mampu mensejahterakan keluarga petani dan berdampak pada
menurunnya angka kemiskinan secara nasional, maka petani dituntut harus mampu menemukan jalan keluar yang baik dan menguntungkan
agar dapat keluar dan mengatasi masalah perekonomian keluarga khususnya dan
masyarakat umumnya.
B. Saran
Adapun saran – saran yang ingin penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
1) Untuk
penerapan sebuah Teknologi Pertanian yang baru, dalam sebuah daerah yang baru
juga mengenal tentang teknologi tersebut maka perlu adanya revitalisasi lahan
pertaniannya, revitalisasi infrastruktur dan sarana yang ada di wilayah
tersebut, revitalisasi sumber daya manusia yang akan mengaplikasikan teknologi
tersebut, revitalisasi pembiayaan pertanian dalam pelaksanaan teknologinya,
revitalisasi kelembagaan pada kelompok tani maupun Gapoktan, dan revitalisasi
teknologi. Dengan begitu insya Allah kita
akan mendapatkan hasil seperti apa yang kita harapkan.
2) Diantara sesama petani diharapkan
dapat menjalin hubungan kerjasama yang baik, agar diantara sesama petani dapat saling menukar pengalaman dan mengetahui
tentang kekurangan – kekurangan atau kelebihan – kelebihan dalam
mengaplikasikan sebuah teknologii baru pada diri masing – masing petani
tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Soekanto, S. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Soekanto, S. 1983. Kamus Sosiologi. CV Rajawali, Jakarta.
Soemardjan, S. 1988. Streotipe
Etnik, Asimilasi, dan Integrasi Sosial. Yayasan Ilmu-Ilmu sosial.
Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sajogyo & Pudjiwati Sajogyo. 1982. Sosiologi Pedesaan Jilid 2.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sugihen, Bahrein T. 1996. Sosiologi Pedesaan (Suatu Pengantar).
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar