BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman padi adalah tanaman pangan
yang digunakan sebagai bahan makanan utama hampir 90 persen penduduk Indonesia.
Sehingga dapat dikatakan bahwa beras merupakan bahan makanan pokok utama dan
sangat dominan di Indonesia yang memiliki kedudukan sangat penting dan telah
menjadi komoditas strategis.
Jumlah penduduk Indonesia pada saat
ini yang mencapai lebih dari 220 juta orang dengan tingkat konsumsi beras 135
kg per kapita per tahun, maka ketersediaan beras memegang peranan penting bagi
ketahanan pangan. Dalam penyediaan beras, Indonesia masih menghadapi beberapa
kendala yang berkaitan dengan terbatasnya kapasitas produksi nasional yang
disebabkan oleh: konversi lahan pertanian ke non pertanian, menurunnya kualitas
dan kesuburan tanah, terbatas dan tidak pastinya ketersediaan air irigasi
akibat perubahan iklim dan persaingan pemanfaatan sumber daya air, serta tidak
pastinya pola hujan akibat perubahan iklim global.
Untuk memenuhi kebutuhan beras Nasional
salah satu cara pemerintah adalah melakukan impor. Oleh karena itu berbagai upaya
memenuhi kebutuhan beras dari produksi padi dalam negeri dan menekan serta
menghilangkan impor beras adalah melalui ekstensifikasi dan intensifikasi lahan
tanaman padi dengan penerapan inovasi teknologi budidaya padi.
Inovasi teknologi yang mampu
meningkatkan produksi padi salah satunya dengan pendekatan teknologi System of
Rice Intensification (SRI). SRI merupakan suatu teknik budidaya padi dengan
memanfaatkan teknik pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara.
Melalui teknologi SRI diharapkan
mampu meningkatkan produktivitas tanaman padi 50 persen bahkan mampu mencapai
100 persen. Selain itu, teknik budidaya padi SRI merupakan sistem pertanian
yang ramah lingkungan karena mengutamakan penggunaan bahan organik sehingga
mampu mendukung terhadap pemulihan kondisi lahan yang cenderung mengalami penurunan fungsi lahan.
Setelah
mempelajari Teknologi Budidaya Padi SRI ini Mahasiswa diharapkan dapat:
1. Memahami Prinsip Budidaya Padi
dengan Metode SRI;
2. Memahami Teknik Budidaya Padi
dengan Metode SRI;
SRI, kependekan dari System of Rice
Intensification adalah salah satu inovasi metode budidaya padi yang
diperkenalkan pada tahun 1983 di Madagaskar oleh pastor sekaligus agrikulturis
asal Perancis, Fr. Henri de Laulanie, yang telah bertugas di Madagaskar sejak
1961. Hasil metode SRI sangat memuaskan dimana pada beberapa tanah tidak subur
dengan produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh
hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 – 15 ton/ha,
bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha. Metode SRI minimal menghasilkan panen dua
kali lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai petani.
B. Rumusan Masalah
Dalam hal
ini penulis akan mencoba untuk membahas tentang “Teknologi Budidaya Padi dengan Metode SRI “ yaitu
sebagai berikut :
1. Bagaimana Prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI?
2. Bagaimana Teknik
Budidaya Padi dengan Metode SRI?
3. Bagaimana
Keunggulan Budidaya Padi dengan Metode SRI?
C. Tujuan Penelitian
Pada
dasarnya bahwa setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang tentunya mempunyai
tujuan yang ingin dicapai, begitupun dengan penulisan Paper ilmiah ini.
Untuk lebih
jelasnya, penulisan makalah ini
mempunyai tujuan yang ingin dicapainya, tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Penulis
ingin mengetahui, bagaimanakah Prinsip Budidaya
Padi dengan Metode SRI ?
2. Penulis
ingin mengetahui, Bagimanakah Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI?
3. Penulis
ingin mengetahui, Bagaimanakah Keunggulan Budidaya Padi dengan Metode SRI
D. Manfaat
Paper yang disusun penulis memiliki beberapa
manfaat, antara lain :
Pertama, Untuk mendorong peningkatan pengetahuan
mahasiswa dengan mengetahui Teknik
Budidaya Padi dengan menggunakan Metode SRI.
Kedua, untuk merubah pola pikir, sikap
dari Mahasiswa agar bagaimana bisa belajar bersama-sama berbagi informasi
antara mahasiswa dengan petani dan belajar untuk memecahkan masalah.
Ketiga, tentu saja untuk menumbuhkan
minat Mahasiswa untuk bisa melakukan Teknologi Budidaya Padi yang baik agar
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan juga akan meningkat.
BAB II
PRINSIP, TEKNIK DAN KEUNGGULAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI
DENGAN METODE SRI (System of Rice Intensification)
A. Prinsip
Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of
Rice Intensification)
Pemilihan metode budidaya padi secara SRI bisa
menghasilkan produk akhir berupa beras yang memiliki kualitas tinggi sebagai beras
sehat karena dilakukan secara organik. Melalui metode ini diharapkan
kelestarian lingkungan dapat tetap terjaga dengan baik, demikian juga dengan
produk akhir yang dihasilkan, yang notabene lebih sehat bagi konsumen karena
terbebas dari paparan zat kimia berbahaya.
Adapun Prinsip-prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI
adalah sebagai berikut :
1. Tanam bibit muda berusia antara 7 – 12 hari setelah
semai (HSS) ketika bibit masih berdaun 2 (dua) helai. Penggunaan bibit muda
berkaitan dengan bahwa penggunaan bibit padi yang berumur 5 – 15 HSS
menghasilkan pertumbuhan tanaman lebih cepat karena daya jelajah akar lebih
jauh sehingga perkembangan akar menjadi maksimal pada akhirnya kebutuhan
nutrisi tanaman tercukupi. Selain itu, penggunaan bibit berumur 10 hari, akan
menghasilkan jumlah anakan maksimal 30 – 50 batang dalam setiap rumpunnya.
2. Tanam tunggal atau tanam bibit satu lubang satu
bibit.
Penggunaan satu bibit per lubang tanam bermanfaat
untuk mengurangi kompetisi serta meningkatkan potensi anakan produktif per
rumpun.
3. Jarak tanam lebar.
Jarak tanam yang lebar dengan lebar, yaitu: 25 x 25
cm, 30 x 30 cm, 40 x 40 cm atau bahkan lebih. Penggunaan jarak tanam lebar
bertujuan untuk meningkatkan jumlah anakan produktif. Penggunaan jarak tanam
yang cukup lebar didasarkan pada kebutuhan makanan bagi tanaman, mendorong
pertumbuhan akar secara maksimal, dan memaksimalkan sinar matahari yang masuk
secara optimal. Selain itu, dengan menggunakan jarak tanam yang cukup, tanaman
dapat tumbuh berkembang dengan baik dan menghasilkan produksi secara baik pula.
4. Pindah tanam harus segera mungkin (kurang dari 30
menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal.
5. Sistem pengairan intermitten atau sistem pengairan
berselang.
Pengairan teknik berselang, yaitu air di areal
pertanaman diatur pada kondisi tergenang dan kering secara bergantian dalam
periode tertentu, dimana pemberian air maksimum 2 cm (macak-macak) dan periode
tertentu dikeringkan sampai pecah. Padi merupakan tanaman tumbuh optimal pada
tanah yang lembab dan becek sebagai syarat tumbuh. Untuk itu, tanaman padi
sebenarnya tidak perlu air yang melimpah (penggenangan), namun juga tidak dalam
situasi tanah kering. Dengan pengaturan air yang baik, akan terjaga aerasi
tanah yang baik pula dimana aerasi yang baik adalah syarat tumbuh yang baik
bagi tanaman padi. Apabila sawah selalu digenangi air maka aerasi (siklus udara
dalam tanah) tidak masimal sehingga tanah menjadi asam.
6. Penyiangan sejak awal sekitar umur 10 hari dan
diulang 2 - 3 kali dengan interval 10 hari.
7. Penggunaan pupuk organik dan pestisida organik.
Sedangkan keunggulan dari metode SRI, antara lain: (1)
Dengan sistem pengairan berselang, pemakaian air dapat dihemat hingga 50
persen. Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen pemberian air maksimum
2 cm paling baik kondisi macak-macak sekitar 5 mm dan terdapat periode
pengeringan sampai tanah retak (irigasi terputus). (2) Tanam bibit muda mampu
mengurangi stres tanaman saat di pindahtanam. (3) Hemat biaya, karena hanya
membutuhkan benih sebanyak 5 kg/ha, tidak membutuhkan biaya pencabutan bibit,
tidak membutuhkan biaya pindah bibit, meminimalkan tenaga tanam, dan lain-lain.
(4) Hemat waktu, ditanam pada saat bibit berumur muda yaitu 7 - 12 hari setelah
semai sehingga waktu panen akan lebih awal. (5) Produksi meningkat, bahkan di
beberapa tempat mampu mencapai 11 ton/ha atau bahkan lebih. (6) Ramah
lingkungan, secara bertahap penggunaan pupuk kimia akan dikurangi dan
digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan MOL), begitu
juga penggunaan pestisida.
B. Teknik
Budidaya Padi dengan Metode SRI
1. Penyiapan dan Pengolahan Lahan
Proses awal
pengolahan lahan adalah dengan dibajak untuk membalikkan tanah dan memecah
tanah menjadi bongkahan-bongkahan juga menghancurkan gulma setelah sebelumnya
lahan digenangi air selama beberapa hari agar tanahnya menjadi lunak. Setelah
pembajakan pertama lahan sawah dibiarkan tergenang beberapa hari dan kemudian
dilakukan pembajakan kedua. Kedalaman dari pelumpuran lahan turut menentukan pertumbuhan
tanaman dan sebaiknya kedalaman pelumpuran tersebut setidaknya mencapai 30 cm.
Selain itu juga dilakukan perbaikan pematang sawah agar lahan sawah tidak bocor
dan tidak ditumbuhi tanaman liar dan untuk menghindari tikus bersarang di
pematang sawah.
Pupuk
organik (kompos/kandang) sebagai pupuk dasar dapat ditebarkan sebelum pekerjaan
penggaruan sehingga pada saat digaru pupuk organik (kompos/kandang) dapat
bercampur dengan tanah sawah atau juga dapat ditebar setelah proses pembajakan,
sehingga pupuk organik (kompos/kandang) dapat tercampur dengan tanah sawah
secara merata dan tidak terbuang terbawa aliran air. Penggaruan selain untuk
makin memperhalus butiran tanah sehingga menjadi lumpur juga sekaligus
bertujuan untuk meratakan lahan.
Jumlah penggunaan
pupuk organik sebagai pupuk dasar yang ideal adalah sebanyak 1 kg untuk setiap
1 m2 luas lahan atau sebanyak 10 ton per hektar. Hal ini berkaitan
bahwa kebutuhan pupuk organik pertama setelah menggunakan sistem konvensional
adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim taman. Setelah
kelihatan kondisi tanah membaik maka pupuk organik dapat berkurang disesuaikan
dengan kebutuhan.
Perataan
lahan merupakan proses yang sangat penting karena lahan harus benar-benar rata
dan datar sehingga akan memudahkan dalam pengaturan air nantinya sesuai dengan
keperluan. Selanjutnya area penanaman padi parit keliling dan melintang petak
atau dibuat dalam baris-baris atau petakan yang dipisahkan dengan jalur
pengairan/parit dengan lebar petakan sekitar 2 m untuk memudahkan dan meratakan
rembesan air ke seluruh area tanaman padi dan membuang kelebihan air. Dapat
juga letak dan jumlah parit pembuang disesuaikan dengan bentuk dan ukuran
petak, serta dimensi saluran irigasi.
2. Persiapan Benih
Untuk
mendapatkan benih yang bermutu baik atau bernas, harus terlebih dahulu diadakan
pengujian benih. Pengujian benih dilakukan dengan cara penyeleksian menggunakan
larutan air garam dengan langkah sebagai berikut:
1). Masukkan air bersih ke dalam
ember/panci, kemudian berikan garam dan aduk sampai larut.
2). Masukkan telur ayam/itik/bebek
yang mentah ke dalam larutan garam ini. Jika telur belum mengapung maka perlu
penambahan garam kembali. Pemberian garam dianggap cukup apabila posisi telur
mengapung pada permukaan larutan garam karena berat jenisnya menjadi lebih
rendah daripada air garam.
3). Masukkan benih padi yang akan
diuji ke dalam ember/panci yang berisi larutan garam. Aduk benih padi selama
kira-kira satu menit.
4). Pisahkan benih yang mengambang
dengan yang tenggelam. Benih yang tenggelam adalah benih yang bermutu baik atau
bernas.
5). Benih yang baik atau bernas ini,
kemudian dicuci dengan air biasa sampai bersih. Dengan indikasi bila digigit,
benih sudah tidak terasa garam.
Benih yang
telah diuji tersebut, kemudian direndam dengan menggunakan air biasa.
Perendaman ini bertujuan untuk melunakkan sekam gabah sehingga dapat
mempercepat benih untuk berkecambah. Perendaman dilakukan selama 24 sampai 48
jam.
Benih yang
telah direndam kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam karung yang
berpori-pori atau wadah tertentu dengan tujuan untuk memberikan udara masuk ke
dalam benih padi, dan kemudian disimpan di tempatyang lembab. Penganginan
dilakukan selama 24 jam.
3. Persemaian Benih
Persemaian
dengan metode SRI dapat dilakukan dengan dua cara yaitu persemaian pada lahan
dan persemaian dengan media tempat. Persemaian pada lahan adalah persemaian
yang langsung dilakukan di lahan pertanian, seperti pada sistem konvensional.
Sedangkan persemaian dengan media tempat yaitu persemaian yang menggunakan
wadah berupa kotak/besek/wonca/pipiti yang ditempatkan di areal terbuka untuk
mendapatkan sinar matahari.
Pembuatan
media persemaian dengan penggunaan wadah ini dimaksudkan untuk memudahkan
pengangkutan dan penyeleksian benih. Untuk lahan seluas satu hektar dibutuhkan
wadah persemaian dengan ukuran 20 cm x 20 cm sebanyak 400 – 500 buah.
Kotak/besek/wonca/pipiti bisa juga diganti dengan wadah lain seperti pelepah
pisang atau belahan buluh bambu. Pembuatan media persemaian dengan menggunakan
wadah dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1). Mencampur tanah dengan pupuk
organik dengan perbandingan 1:1.
2). Sebelum wadah tempat pembibitan
diisi dengan tanah yang sudah dicampur dengan pupuk organik, terlebih dahulu
dilapisi dengan daun pisang atau plastik dengan tujuan untuk mempermudah
pencabutan dan menjaga kelembaban tanah, kemudian tanah dimasukkan dan disiram
dengan air sehingga tanah menjadi lembab.
3). Tebarkan benih ke dalam wadah.
Jumlah benih per wadah antara 300 – 350 biji.
4). Setelah benih ditabur, kemudian
tutup benih dengan arang sekam sampai rata menutupi benih.
5). Persemaian dapat diletakkan pada
tempat-tempat tertentu yang aman dari gangguan ayam atau binatang lain.
6). Selama masa persemaian, lakukan
penyiraman setiap pagi dan sore apabila tidak turun hujan agar media tetap
lembab dan tanaman tetap segar.
Pada
pembuatan media persemaian pada lahan, tanah untuk penyemaian tidak menggunakan
tanah sawah tetapi menggunakan tanah darat yang gembur yang dicampur dengan
pupuk organik/kompos dengan perbandingan 2:1 atau 1:1 dan dapat juga ditambah
abu bakar agar medianya semakin gembur sehingga benih mudah diambil dari
penyemaian untuk menghindari putusnya akar. Luas area untuk penyemaian ideal
adalah sekitar 20 m2 untuk setiap 5 kg benih.
Penyemaian
yang dilakukan di sawah, tempat penyemaian dibuat menjadi berupa guludan dengan
ketinggian tanah sekitar 15 cm, lebar sekitar 125 cm dan seluruh pinggirannya
ditahan dengan papan, triplek atau batang pisang untuk mencegah erosi. Benih
yang sudah ditebar kemudian ditutup lagi dengan lapisan tipis tanah atau kompos
atau abu bakar untuk mempertahankan kelembabannya kemudian ditutup lagi dengan
jerami atau daun kelapa untuk menghindari dimakan burung dan gangguan dari air
hujan sampai tumbuh tunas dengan tinggi sekitar 1 cm.
4. Penanaman
Sebelum
penanaman terlebih dahulu dilakukan penyaplakan dengan memakai caplak agar
jarak tanam pada areal persawahan menjadi lurus dan rapi sehingga mudah untuk
disiang. Caplak berfungsi sebagai penggaris dengan jarak tertentu. Variasi
jarak tanam diantaranya: jarak tanam 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 35 x 35 cm, atau
jarak tertentu lainnya. Penyaplakan dilakukan seeara memanjang dan melebar
dimana setiap pertemuan garis dari hasil penggarisan dengan caplak adalah
tempat untuk penanaman 1 bibit padi.
Bibit
ditanam pada umur muda yaitu berumur 7 – 12 hari setelah semai (hss) atau
ketika bibit masih berdaun 2 helai. Pengambilan bibit pada persemaian di lahan
sawah dilakukan dengan hati-hati dengan cara diambil dengan media tanam (tanah)
dengan ketebalan sekitar 10 cm. Pengambilan bibit pada persemaian tidak
dianjurkan dengan cara dicabut/ditarik kemudian diikat dan ditumpuk. Kemudian
kumpulan bibit tersebut ditempatkan dalam suatu wadah seperti pelepah pisang,
potongan bambu atau lainnya untuk memudahkan memindahkan ke tempat penanaman.
Pemindahan dan penanaman harus dilakukan secepat mungkin dalam waktu kurang
dari 30 menit untuk menghindari trauma dan shok. Sedangkan bibit yang ditanam
menggunakan wadah akan lebih mudah membawanya ke tempat penanaman.
Bibit padi
ditanam tunggal atau satu bibit perlubang. Penanaman harus dangkal dengan
kedalaman 1 – 1,5 cm serta bentuk perakaran saat penanaman horizontal seperti
huruf L dengan kondisi tanah sawah saat penanaman tidak tergenang air.
5. Penyiangan
Penyiangan
(gosrok/matun) dilakukan dengan mempergunakan alat penyiang seperti gasrok,
landak atau rotary weeder atau dengan alat jenis apapun dengan tujuan untuk
membasmi gulma dan sekaligus penggemburan tanah. Penyiangan dengan gasrok atau
mempergunakan rotary weeder, selain dapat mencabut rumput, juga dapat menggemburkan
tanah di celah-celah tanaman padi. Penggemburan tanah bertujuan agar tercipta
kondisi aerob di dalam tanah yang dapat berpengaruh baik bagi akar-akar tanaman
padi yang ada di dalam tanah.
Penyiangan
dilakukan minimal 3 kali. Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman
berumur 10 hari setelah tanam (HST) dan selanjutnya penyiangan kedua dilakukan
pada saat tanaman berumur 20 HST. Penyiangan ketiga pada umur 30 HST dan
penyiangan keempat pada umur 40 HST.
6. Pemupukan
Pemupukan
bertujuan untuk mempertahankan status hara dalam tanah, menyediakan dan
menambahkan unsur hara secara seimbang bagi pertumbuhan atau perkembangan
tanaman, serta meningkatkan produktivitas tanaman. Pemupukan untuk menambahkan
unsur hara dapat dilakukan dengan penyemprotan pupuk organik cair (POC) atau
dapat juga disebut dengan MOL (mikroorganisme lokal). Penyemprotan MOL tidak
hanya memberikan tambahan unsur hara ke dalam tanah, tetapi juga menambahkan
kelimpahan bakteri pengurai ke dalam tanah untuk mempercepat proses dekomposisi
bahan organik dan mengurai hara yang komplek menjadi lebih sederhana agar lebih
cepat diserap oleh tanaman. Selain itu, penyemprotan MOL sebainya di arahkan ke
tanah bukan ke tanaman.
Konsentrasi
larutan dalam penyemprotan MOL diharapkan jangan terlalu pekat untuk
menghindari terjadinya proses dekomposisi yang berlebihan pada tanah yang
mengakibatkan akan menguningnya tanaman untuk sementara karena unsur N yang ada
dipergunakan oleh bakteri pengurai untuk aktivitasnya. Proses dekomposisi yang
berlebihan juga akan terjadi bila menggunakan pupuk kandang atau daun-daunan
segar secara langsung ke sawah tanpa proses pengkomposan terlebih dahulu
sehingga tidak baik bila diaplikasikan pada sawah yang sudah ada tanaman
padinya. Tetapi resiko penggunaan MOL atau POC yang berlebihan atau terlalu
pekat tetap akan jauh lebih ringan daripada penggunaan bahan kimia.
Interval
penyemprotan MOL dilakukan setiap 10 hari sekali, dimana penyemprotan MOL kaya
kandungan N dapat dilakukan pada usia tanaman padi 10 – 40 hari setelah tanam
(HST) tetapi penyemprotan MOL kaya N juga dapat dilakukan kapanpun apabila
diperlukan pada kondisi padi terlihat mengalami kahat/kekurangan N dengan
gejala daun menguning. Penyemprotan MOL yang kaya P dan K sebanyak 2 atau 3
kali saat tanaman padi sudah memasuki usia sekitar 60 HST untuk memperbaiki
kualitas pengisian gabah dengan interval penyemprotan setiap 10 hari.
Sehingga,
penyemprotan dengan MOL dapat dilakukan sebagai berikut:
1). Penyemprotan I, dilakukan pada
saat umur 10 HST, dengan menggunakan MOL yang terbuat dari daun gamal, rebung
atau keong mas dengan dosis 20 liter/ha.
2). Penyemprotan II, dilakukan pada
saat umur 20 HST, dengan menggunakan MOL yang terbuat dari daun gamal, rebung
atau keong mas, dengan dosis 30 liter/ha.
3). Penyemprotan III, dilakukan pada
saat umur 30 HST, dengan menggunakan MOL yang terbuat dari urine sapi, rebung
atau keong mas, dengan dosis 30 liter/ha.
4). Penyemprotan IV, dilakukan pada
saat umur 40 HST, dengan menggunakan MOL yang terbuat dari batang pisang, dengan
dosis 30 liter/ha.
5). Penyemprotan V, dilakukan pada
saat umur 50 HST, dengan menggunakan MOL yang terbuat dari serabut kelapa,
dengan dosis 30 liter/ha.
6). Penyemprotan VI, dilakukan pada
saat umur 60 HST, dengan menggunakan MOL yang terbuat dari buah-buahan,
sayur-sayuran atau nasi dengan dosis 30 liter/ha.
7). Penyemprotan VI, dilakukan pada
saat umur 70 HST, dengan menggunakan MOL yang terbuat dari buah-buahan,
sayur-sayuran atau nasi, dengan dosis 30 liter/ha.
8). Penyemprotan VI, dilakukan pada
saat umur 80 HST, dengan menggunakan MOL yang terbuat dari terasi, dengan dosis
30 liter/ha.
7. Pengelolaan Air
Pola
pengaturan air dengan pendekatan teknologi SRI adalah dengan pengairan
berselang atau intermitten. Pengairan berselang adalah pengaturan kondisi lahan
dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian sesuai fase pertumbuhan
tanaman dan kondisi lahan.
Pengairan berselang dapat menghemat
pemakaian air antara 15 – 30 persen tanpa menurunkan hasil panen.
Proses
pengelolaan air dengan pengairan berselang dapat dilakukan sebagai berikut:
1). Tanam bibit dalam kondisi sawah
macak-macak (ketinggian genangan ± 0,5 cm).
2). Pergiliran air dilakukan selang
3 – 5 hari, tinggi genangan pada hari pertama maksimal 3 cm dan lahan sawah
diairi lagi pada hari ke 5. Cara pengairan ini berlangsung sampai fase anakan
maksimal.
3). Petakan sawah digenangi mulai
dari kondisi macak-macak (0,5 cm) hingga tinggi genangan 3 cm secara
terus-menerus mulai dari fase pembentukan malai/fase berbunga sampai pengisian
biji.
4). Pada saat melakukan pemupukan
atau penyemprotan MOL kondisi sawah tidak tergenang.
5). Sekitar 10 – 15 hari sebelum
panen, sawah dikeringkan.
6). Pengecekan kondisi air dapat
menggunakan alat sederhana yaitu pipa dari paralon yang sisi-sisinya dilubangi
atau bahan lain yang ditanam ditanah. Petakan sawah diari apabila permukaan air
berada pada pada kedalaman lebih dari -15.
Tabel 1.
Teknik pengairan berselang.
Umur
Tanaman (hst)
|
Kondisi
Tanaman dan Kondisi Pengairan
|
Tinggi
Genangan (cm)
|
0
|
Saat
pindah tanam kondisi macak-macak
|
0 – 0,5
|
3 – 30
|
Pergiliran
air dengan selang 3 – 5 hari dari fase anakan aktif hingga anakan maksimum
|
0 – 3
|
35 – 90
|
Petak
sawah digenangi secara terus menerus dari fase berbunga hingga pengisian biji
|
0 – 3
|
10, 20,
30, 40, 50, 60, 70, 80
|
Saat
pemupukan kondisi sawah tidak tergenang/ macak-macak
|
0 – 0,5
|
95 - 105
|
10 – 15
hari sebelum panen lahan sawah dikeringkan
|
0
|
Keunggulan dari pengairan berselang, antara lain:
1) Menghemat
air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas;
2) Memberi
kesempatan kepada akar untuk mendapatkan udara sehingga dapat berkembang lebih
dalam;
3) Mencegah
timbulnya keracunan besi;
4) Mencegah
penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat perkembangan akar;
5)
Mengaktifkan jasad renik mikroba yang bermanfaat;
6)
Mengurangi kerebahan tanaman;
7)
Mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai dan
gabah);
8)
Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen;
9)
Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah); dan
10)
Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran hama wereng
coklat dan penggerek batang, serta mengurangi kerusakan tanaman padi karena
hama tikus.
8. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
Pengendalian
hama dan penyakit dengan pendekatan teknologi SRI dilakukan dengan sistem
pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT), yaitu usaha pengelolaan
OPT yang menggunakan beberapa cara pengendalian yang sesuai dalam satu sistem
kompatibel dengan memanfaatkan dan mengelola unsur-unsur dalam agroekosistem
(seperti: matahari, tanaman, mikroorganisme, air, oksigen, dan musuh alami)
sebagai alat pengendali hama dan penyakit tanaman. Sehingga, pengendalian
organisme pengganggu tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida
nabati, pestisida biologi, dan agensia hayati.
9. Pemanenan
Penanganan
panen dan pasca panen padi meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu: penentuan
saat panen, pemanenan, penumpukan sementara di lahan sawah, pengumpulan padi di
tempat perontokan, perontokan, pengeringan gabah, pengemasan dan penyimpanan
gabah, penggilingan, pengemasan dan penyimpanan beras.
Penentuan
saat panen merupakan tahap awal dari kegiatan penanganan pasca panen padi.
Ketidaktepatan dalam penentuan saat panen dapat mengakibatkan kehilangan hasil
yang tinggi dan mutu gabah/beras yang rendah. Penentuan saat panen dapat
dilakukan berdasarkan pengamatan visual dan pengamatan teoritis.
1). Pengamatan Visual. Pengamatan
visual dilakukan dengan cara melihat kenampakan padi pada hamparan lahan sawah.
Berdasarkan kenampakan visual, umur panen optimal padi dicapai apabila 90
sampai 95 persen butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau kuning
keemasan serta malai berumur 30 – 35 hari setelah berbunga merata. Padi yang
dipanen pada kondisi tersebut akan menghasilkan gabah berkualitas baik sehingga
menghasilkan rendemen giling yang tinggi.
2). Pengamatan Teoritis. Pengamatan
teoritis dilakukan dengan melihat deskripsi varietas padi dan mengukur kadar
air dengan moisture tester. Berdasarkan deskripsi varietas padi, umur panen
padi yang tepat adalah 30 sampai 35 hari setelah berbunga merata atau antara
135 sampai 145 hari setelah tanam. Berdasarkan kadar air, umur panen optimum
dicapai setelah kadar air gabah mencapai 22 – 23 persen pada musim kemarau, dan
antara 24 – 26 persen pada musim penghujan.
Pemanenan
padi harus dilakukan pada umur panen yang tepat, menggunakan alat dan mesin
panen yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomi dan ergonomis, serta
menerapkan sistem panen yang tepat. Ketidaktepatan dalam melakukan pemanenan
padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan mutu hasil yang
rendah. Pada tahap ini, kehilangan hasil dapat mencapai 9,52 persen apabila
pemanen padi dilakukan secara tidak tepat.
C. Keunggulan Budidaya Padi dengan Metode SRI
1.
Tanaman
hemat air, Selama pertumbuhan dari mulai
tanam sampai panen memberikan air max 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5
mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak (irigasi terputus)
- Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kg per hektar. Tidak memerlukan biaya pencabutan
bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang, dll.
- Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 – 12 hari setelah semai, dan waktu panen
akan lebih awal
- Produksi meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton per
hektar
- Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan
dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan mikro-organisme
lokal), begitu juga penggunaan pestisida.
Tabel 1. Perbanding metode SRI dengan sistem konvensional
|
|||
No
|
Komponen
|
Sistem Konvensional
|
Sistem SRI organik
|
1
|
Kebutuhan benih
|
30-40 Kg/Ha
|
5-7 Kg/Ha
|
2
|
Pengujian Benih
|
Tidak dilakukan
|
Dilakukan pengujian
|
3
|
Umur persemaian
|
20-30 HSS
|
7-10 HSS
|
4
|
Pengolaham tanah
|
2-3 kali (stuktur lumpur)
|
3 kali (struktur lumpur & rata)
|
5
|
Jumlah Tanaman/lubang
|
Rata-rata 5 pohon
|
1 pohon/lubang
|
6
|
Posisi akar waktu tanam
|
Tidak teratur
|
Posisi akar horizontal (L)
|
7
|
Pengairan
|
Terus digenangi
|
Tidak digenangi hanya lembab , Disesuaikan
|
8
|
Pemupukan
|
Mengutamakan pupuk kimia
|
kebutuhan hanya dengan pupuk organic
|
9
|
Penyiangan
|
Diarahkan pada pemberantasan gulma
|
Diarahkan pada pengelolaan perakaran
|
10
|
Rendemen
|
50-60%
|
60-70%
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah mengadakan pembahasan
diatas, maka di sini penulis dapat menarik kesimpulan, diantaranya adalah :
1) Penerapan Prinsip-prinsip
Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of Rice Intensification) harus
dilakukan dengan benar dan runtut agar mendapatkan hasil yang maksimal dan dapat
menghasilkan produksi sesuai dengan apa yang di harapkan.
2) Penggunaan
Teknik Budidaya Padi dengan Metode SRI (System of Rice Intensification) harus
sesuai dengan apa yang sudah digambarkan dan tidak boleh menyimpang agar bisa mendapatkan hasil produksi
yang diharapkan yang nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
3) Budidaya
Padi dengan Metode SRI (System of Rice Intensification) memiliki
banyak keunggulan dibandingkan dengan metode konvensional yang masih banyak
digunakan oleh para petani pada umumnya, dengan Metode SRI sangat mengunutngkan
Petani karena produksi Padi bisa meningkat sampai 10 Ton/Ha, selain itu karena
tidak mempergunakan pupuk dan pestisida kimia maka tanah menjadi gembur,
mikroorganisme meningkat dan ramah lingkungan. Oleh karena itu penerapan
Budidaya dengan Metode SRI perlu disosialisasikan dan dilaksanakan agar
kesejahteraan petani meningkat dan swasembada pangan Nasional tercapai.
B.
Saran
Adapun saran – saran yang ingin penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
1) Untuk
mendukung Penerapan Metode SRI (System of
Rice Intensification),
perlu adanya dukungan para Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, Penyuluh
Pertanian, juga Pelaku Utama dalam hal ini para Petani itu sendiri juga Para
Pelaku Usaha. Dengan begitu meningkatnya
hasil Pangan secara Nasional akan bisa tercapai seperti apa
yang di harapkan.
2) Petani diharapkan
dapat menerapkan Budidaya Padi dengan
metode SRI (System of Rice Intensification) dengan menjalin
hubungan kerjasama yang baik
dengan semua pihak, dan diantara sesama petani dapat saling bertukar pengalaman dan mengetahui
tentang kekurangan – kekurangan atau kelebihan – kelebihan dari masing – masing
petani tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Entun Santosa, 2005. Rice organic farming is a
programme for strengtenning food security in sustainable rural development,
Makalah disampaikan pada seminar Internasinal Kamboja ROF.
Kuswara dan Alik Sutaryat, 2003. Dasar Gagasan dan
Praktek Tanam Padi Metode SRI (System of Rice Intencification). Kelompok Studi
Petani (KSP). Ciamis
Mutakin, J. 2005. Kehilangan Hasil Padi Sawah Akibat
Kompetisi Gulma pada Kondisi SRI (Systen of Rice Intencification). Tesis.
Pascasarjana. Unpad Bandung
Sampurna Untuk Indonesia, 2008. SRI Sytem Rice
intensification, Pasuruan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar